Kamis, 11 Agustus 2016

Menjalin Persaudaraan Sesama Mukmin



إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mu’min itu bersaudara, maka damaikanlah di antara dua saudara kalian jika mereka bersengketa dan bertaqwalah kepada Alloh, mudah-mudahan kalian dianugerahi rahmat.”  (QS Al-Hujurat (49) : 10)

Penjelasan :
Ketika menjelaskan ayat ini (QS 49 : 10), Muh. Aly Ash-Shabuni (Shafwatut-tafaasiir 3 : 234-235) menjelaskan :
لَيْسَ الْمُؤْمِنُوْنَ إِلَّا إِخْوَةٌ, جَمَعَتْهُمْ رَابِطَةُ الْإِيْمَانِ فَلاَ يَنْبَغِى أَنْ تَكُوْنَ بَيْنَهُمْ عَدَاوَةٌ وَلَاشَحْنَاءٌ وَلَا تَبَاغُضٌ وَلَاتَقَاتُلٌ
“Tiadalah orang-orang mu’min itu kecuali bersaudara, ikatan iman telah menghimpun mereka, maka tidak boleh terjadi permusuhan, pertengkaran, saling membenci, dan peperangan di tengah-tengah mereka”
Kalimat Innamaa pada ayat tersebut berfungsi lil-hashri (meringkas), sehingga kalimat ini seolah-olah mengisyaratkan bahwa persaudaraan yang sesungguhnya hanya bisa dibangun di kalangan orang-orang mu’min. selanjutnya berkenaan dengan penggunaan kalimat Ikhwatun yang biasanya digunakan untuk persaudaraan senasab, Muh. Aly Ash-Shabuni (Shafwatut-tafaasiir 3 : 235) mengomentari :
أَنَّ أُخُوَّةَ الْإِسْلَامِ أَقْوَى مِنْ أُخُوَّةِ النَّسَبِ بِحَيْثُ لَاتَعْتَبِرُ أُخُوَّةُ النَّسَبِ إِذَا خَلَّتْ عَنْ أُخُوَّةِ الْإِسْلَامِ
“Sesungguhnya persaudaraan islam lebih kuat dari persaudaraan karena turunan, karena tidak ada artinya persaudaraan karena sedarah yang luput dari persaudaraan seaqidah (Islam).”

          Allah SWT berfirman :

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
 “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Alloh dan Rosul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Alloh; Sesungguhnya Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”  (QS. At-Taubah:71).  
Ayat ini mengingatkan pentingnya kesetiaan antar orang-orang beriman satu sama lain dalam rangka melaksanakan kewajiban iman, dengan inilah akan terbentuk kebersamaan di antara mukmin guna memperoleh rahmat Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:
الجماعة رحمة والفُرْقَة عذاب
“Kebersamaan adalah rahmat dan perpecahan adalah adzab.” (HR. Ibnu Abi ‘Ashim dan dihasankan oleh Al-Albani).
Betapa pentingnya sebuah kebersamaan dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT, Sebaliknya, perpecahan dan perselisihan pendapat adalah penyebab pertama kekalahan dan kemunduran kaum muslimin, Allah SWT berfirman:
وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا
 “… dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah…” (QS. Al-Anfal:46)
Sesungguhnya berkuasanya musuh dan kehinaan atas kaum muslimin tak lain disebabkan perpecahan dan perselisihan kaum muslimin sendiri, sebagaimana tercantum dalam hadits Tsauban secara marfu’ bahwasanya Allah SWT berfirman kepada Nabi-Nya Muhammad SAW:
وَأَنْ لا أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ وَلَوِ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ بِأَقْطَارِهَا حَتَّى یَكُونَ بَعْضُهُمْ یُهْلِكُ بَعْضًا
“Dan Aku tidak akan kuasakan musuh di luar mereka sehingga menguasai negeri mereka meskipun mereka berkumpul dari berbagai belahan untuk menghancurkan mereka sampai nanti mereka saling membinasakan satu sama lain.”. (HR. Muslim.)
TIPS MEMELIHARA PERSAUDARAAN
1.                Menunjukkan keramahan. Rasulullah SAW bersabda :
لَاتَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوْفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلِيْفٍ
“Janganlah kamu menganggap sepele (remeh) pada kebaikan, walaupun sekedar menampakkan wajah yang ramah saat bertemu dengan saudaramu.” (HR Muslim)
تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيْكَ صَدَقَةٌ
“Wajah ramah saat bertemu dengan saudaramu adalah shadaqah.” (HR Tirmidzi)

2.                Memberi nasehat yang baik. Rasulullah SAW bersabda :
بَايَعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى إِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ
Saya berbai’at kepada Rasulullah saw untuk mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, dan memberi nasehat pada sesama muslim.” (Muttafaq ‘alaih dari Jabir bin ‘Abdullah ra)
3.    Saling mendo’akan. Rasulullah SAW bersabda :
إِنَّ دَعْوَةَ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ مُسْتَجَابَةٌ لِأَخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيْهِ بِخَيْرٍ قَالَ : آمِيْن, وَلَكَ بِمِثْلِ
“Sesungguhnya do’a seorang muslim yang dipanjatkan tanpa sepengetahuan orang yang dido’akan pasti dikabulkan karena diatasnya ada malaikat. Setiap kali ia mendo’akan kebaikan untuk orang lain, malaikat itu menyahutnya :”Aamiin, mudah-mudahan Allah mengabulkan dan memberikan kebaikan yang sama kepadamu.” (HR Bukhari)
4.                Ringankan beban hidupnya. Rasulullah SAW bersabda : 
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَاكَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah saw :”Barangsiapa yang membebaskan seorang muslim dari satu kesulitan dari berbagai kesulitan dunia, Allah  akan membebaskannya dari satu kesulitan dalam berbagai kesulitan di hari kiamat dan barangsiapa yang memudahkan seseorang yang mendapat kesulitan, Allah  akan memudahkan urusannya di dunia dan akherat dan barangsiapa yang menutupi ‘aib seorang muslim, Allah  akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akherat, dan Allah  selalu akan menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya.” (HR Muslim). Wallahu A’lam Bish-Showab***

Rabu, 10 Agustus 2016

Sekecil Apapun...Jangan Remehkan Dosa



Dosa itu terbagi menjadi dua yaitu dosa besar dan dosa kecil. Namun perlu diketahui bahwa dosa kecil sebenarnya bisa menjadi besar, jika dilakukan karena sebab-sebab berikut ;
Pertama: Dosa kecil tersebut sudah menjadi kebiasaan dan dilakukan terus menerus.
Terdapat sebuah hadits :
لاَ كَبِيْرَةَ مَعَ الاِسْتِغْفَارِ وَ لاَ صَغِيْرَةَ مَعَ الإِصْرَارِ
Tidak ada dosa besar jika dihapus dengan istighfar (meminta ampun pada Allah) dan tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus menerus.  (Dhoiful Jaami’ no. 6308. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan pula oleh Al Baihaqi dalam Asy Syu’ab dengan sanad lainnya dari Ibnu ‘Abbas namun mauquf (perkataan Ibnu ‘Abbas), periwayatnya tsiqoh (terpercaya).
Kedua: Dosa bisa dianggap besar di sisi Allah jika seorang hamba menganggap remeh dosa tersebut.
Jika seorang hamba menganggap besar suatu dosa, maka dosa itu akan kecil di sisi Allah SWT. Sedangkan jika seorang hamba menggaggap kecil (remeh) suatu dosa, maka dosa itu akan dianggap besar di sisi Allah.  Ibnu Mas’ud RA  mengatakan;
إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ
“Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosanya seakan-akan ia duduk di sebuah gunung dan khawatir gunung tersebut akan menimpanya. Sedangkan seorang yang fajir (yang gemar maksiat), ia akan melihat dosanya seperti seekor lalat yang lewat begitu saja di hadapan batang hidungnya.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam kitab Shahihnya no. 6308)
Sahabat Anas bin Malik RA  mengatakan ;
إِنَّكُمْ لَتَعْمَلُونَ أَعْمَالاً هِىَ أَدَقُّ فِى أَعْيُنِكُمْ مِنَ الشَّعَرِ، إِنْ كُنَّا نَعُدُّهَا عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُوبِقَاتِ
“Sesungguhnya kalian mengerjakan amalan (dosa) di hadapan mata kalian tipis seperti rambut, namun kami (para sahabat) yang hidup di masa Nabi SAW menganggap dosa semacam itu seperti dosa besar.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam kitab Shahihnya no. 6492)
Ketiga: Memamerkan suatu dosa dihadapan manusia, dan merasa bangga dengan dosa tersebut.  Rasulullah SAW bersabda ;
كُلُّ أُمَّتِى مُعَافَاةٌ إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ وَإِنَّ مِنَ الإِجْهَارِ أَنْ يَعْمَلَ الْعَبْدُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ثُمَّ يُصْبِحُ قَدْ سَتَرَهُ رَبُّهُ فَيَقُولُ يَا فُلاَنُ قَدْ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ فَيَبِيتُ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ
“Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang melakukan jahr. Di antara bentuk melakukan jahr adalah seseorang di malam hari melakukan maksiat, namun di pagi harinya –padahal telah Allah tutupi-, ia sendiri yang bercerita, “Wahai fulan, aku semalam telah melakukan maksiat ini dan itu.” Padahal semalam Allah telah tutupi maksiat yang ia lakukan, namun di pagi harinya ia sendiri yang membuka ‘aib-‘aibnya yang telah Allah tutup.” (HR. Bukhari no. 6069 dan Muslim no. 2990, dari Abu Hurairah RA )
Keempat: Dosa tersebut dilakukan oleh seorang yang berilmu   yang dia menjadi panutan bagi yang lain. Nabi  Muhammad SAW bersabda ;
وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
Barangsiapa melakukan suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikitpun.” (HR. Muslim no. 1017).****

Waspada...Umur Terus Berkurang



Waktu itu amat berharga bagi seorang muslim. Jika ia benar-benar menjaganya dalam ketaatan pada Allah SWT atau dalam hal yang bermanfaat, itu menunjukkan kebaikan dirinya. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda ;
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Jika kita menyia-nyiakan waktu dalam hidup ini, itu tanda Allah SWT melupakan kita. Seorang ulama yang bernama ‘Arif Al Yamani berkata,
إن من إعراض الله عن العبد أن يشغله بما لا ينفعه
“Di antara tanda Allah berpaling dari seorang hamba, Allah menjadikannya sibuk dalam hal yang sia-sia.” (Hilyatul Awliya’, 10: 134).
Tanda waktu itu begitu berharga bagi seorang muslim karena kelak ia akan ditanya, di mana waktu tersebut dihabiskan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ
Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi no. 2417, dari Abi Barzah Al Aslami. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Menyia-nyiakan waktu hanya untuk menunggu-nunggu pergantian waktu, itu sebenarnya lebih parah dari kematian. Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Al Fawa-id berkata,
اِضَاعَةُ الوَقْتِ اَشَدُّ مِنَ الموْتِ لِاَنَّ اِضَاعَةَ الوَقْتِ تَقْطَعُكَ عَنِ اللهِ وَالدَّارِ الآخِرَةِ وَالموْتِ يَقْطَعُكَ عَنِ الدُّنْيَا وَاَهْلِهَا
“Menyia-nyiakan waktu itu lebih parah dari kematian. Karena menyia-nyiakan waktu memutuskanmu dari (mengingat) Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanya memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”
Sebagian orang kegirangan jikalau ia diberi waktu yang panjang di dunia. Bahkan inilah harapan ketika nyawanya telah dicabut, ia ingin kembali di dunia untuk dipanjangkan umurnya supaya bisa beramal sholih. Orang-orang seperti inilah yang menyesal di akhirat kelak, semoga kita tidak termasuk orang-orang semacam itu. Allah SWT berfirman ;
حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan” (QS. Al Mu’minun: 99-100).
Ketika orang kafir masuk ke neraka, mereka berharap keluar dan kembali ke dunia dan dipanjangkan umur supaya mereka bisa beramal. Allah SWT berfirman;
وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ
Dan mereka (orang-orang yang ingkar) berteriak di dalam neraka itu : “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan”. Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.” (QS. Fathir: 37).
Tidak ada awal dan akhir tahun, yang ada hanyalah umur yang semakin berkurang. Mengapa kita selalu berpikir bahwa umur kita bertambah, namun tidak memikirkan ajar semakin dekat? Hasan Al Bashri mengatakan,
ابن آدم إنما أنت أيام كلما ذهب يوم ذهب بعضك
Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Tatkala satu hari itu hilang, maka akan hilang pula sebagian dirimu.” (Hilyatul Awliya’, 2: 148)
Al Hasan Al Bashri juga pernah berkata ;
لم يزل الليلُ والنهار سريعين في نقص الأعمار، وتقريبِ الآجال
“Malam dan siang akan terus berlalu dengan cepat dan umur pun berkurang, ajal (kematian) pun semakin dekat.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 383).
Jadi sungguh keliru, jika sebagian kita malah merayakan ulang tahun karena kita merasa telah bertambahnya umur. Seharusnya yang kita rasakan adalah umur kita semakin berkurang, lalu kita renungkan bagaimanakah amal kita selama hidup ini? Bukankah yang Islam ajarkan, kita jangan hanya menunggu waktu, namun beramallah demi persiapan bekal untuk akhirat. Ibnu ‘Umar pernah berkata ;
إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
Jika engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu waktu pagi. Jika engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu sore. Isilah waktu sehatmu sebelum datang sakitmu, dan isilah masa hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari no. 6416). Hadits ini mengajarkan untuk tidak panjang angan-angan, bahwa hidup kita tidak lama.
‘Aun bin ‘Abdullah berkata, “Sikapilah bahwa besok adalah ajalmu. Karena begitu banyak orang yang menemui hari besok, ia malah tidak bisa menyempurnakannya. Begitu banyak orang yang berangan-angan panjang umur, ia malah tidak bisa menemui hari esok. Seharusnya ketika engkau mengingat kematian, engkau akan benci terhadap sikap panjang angan-angan.” ‘Aun juga berkata,
إنَّ من أنفع أيام المؤمن له في الدنيا ما ظن أنَّه لا يدرك آخره
Sesungguhnya hari yang bermanfaat bagi seorang mukmin di dunia adalah ia merasa bahwa hari besok sulit ia temui.” Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 385.
        Semoga Allah SWT memberi kemudahan kepada kita untuk bisa memanfaatkan kesempatan yang telah diberikan Allah SWT untuk mengabdi kepada-Nya sampai akhir kehidupan. Amien.*****